Kerusuhan Tolikara Ada Karena Kelalaian Pihak Kepolisian

Ilustrasi Kerusuhan di Tolikara-Papua

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai menyesalkan sikap Kepolisian Daerah Papua dalam menangani kerusuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Jumat, 17 Juli 2015. Tindakan polisi menembaki massa yang rusuh, dinilainya membuat bentrokan meluas. 

"Kenapa aparat langsung melakukan penembakan ketika menghadapi protes warga? Ini kejahatan negara," kata Pigai saat dihubungi Tempo, Sabtu, 18 Juli 2015. 
Seperti diberitakan sebelumnya, jemaat Gereja Injil di Indonesia (GIDI) Tolikara terlibat bentrok dengan kepolisian dan warga setempat yang tengah melaksanakan salat Idul Fitri, pada Jumat, 17 Juli 2015. 

Insiden ini bermula dari protes jemaat GIDI yang keberatan dengan pelaksanaan salat Id di Musala Baitul Mutaqin yang berlokasi halaman Markas Koramil Tolikara. Mereka beralasan, pada jam yang sama, pemuda GIDI tengah mengadakan ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di dekat Makoramil. Jemaat gereja itu tak terima dengan keberadaan pengeras suara yang dinilai mengganggu jalannya seminar dan ibadah mereka di gereja. 

Ketika protes warga makin memanas, polisi melontarkan tembakan ke arah jemaat. Akibatnya, sebelas orang terluka dan satu orang anak tewas. Penembakan ini justru memancing kemarahan lebih besar. Jemaat GIDI mulai menyerang musala, rumah, dan kios di lokasi salat Id. 
"Masyarakat melampiaskan kemarahan ke arah musala. Kalau polisi tidak menembaki warga, pasti reaksi mereka berbeda," kata Pigai. 

Menurut Pigai, polisi seharusnya tidak melontarkan tembakan untuk membubarkan warga. Pendekatan semacan itu, kata dia, justru memicu kerusuhan lebih besar. "Masyarakat dihadapi seolah kriminal. Penegakan hukum seperti ini harus diubah," kata Pigai. 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

  • FWP
  • Potret Anak Melanesia

    PaM

    woter

    Translate